Gambar. 1. Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus)(kiri), Orangutan Sumatera (Pongo abelii)(kanan)
(Dokumentasi: Heribertus Suciadi) (Dokumentasi: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia)

     Pemisahan yang berlangsung lama antara orangutan Kalimantan dan Sumatera telah menyebabkan adanya perbedaan baik secara morfologi maupun genetika diantara kedua kelompok primata ini. Beberapa pakar primata yang menganut konsep spesies phylogenetik (Phylogenetic Species Concept) mengelompokkan kedua kelompok ini sebagai jenis yang terpisah, akan tetapi beberapa pakar lainnya yang menganut konsep spesies biologi (Biological Species Concept) tetap mengelompokkan sebagai jenis yang sama karena kedua orangutan asal Kalimantan dan Sumatera dapat melakukan perkawinan dan menghasilkan turunan yang subur (fertile). Walau demikian dengan adanya pengelompokkan ini identifikasi orangutan berdasarkan perbedaan morfologi dan genetika akan menjadi sesuatu hal yang penting untuk pengelolaan, reproduksi, dan program reintroduksi serta relokasi dalam usaha konservasi orangutan. (Prayogo et al., 2014). Perkiraan para ahli bahwa kedua anak jenis orangutan ini telah terisolasi satu sama lain selama 10.000-15.000 tahun yang lalu dan memiliki perbedaan morphologi yang sangat sedikit sekali (Rijksen dan Meijaard 1999).

       Taksonomi

         Secara taksonomi orangutan termasuk kedalam kelas mammalia, ordo primata dan family hominidae. Pada awalnya orangutan dikelompokkan ke dalam satu jenis yang sama yaitu Pongo pygmaeus, kemudian para ahli membaginya menjadi dua anak jenis (sub species) yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus yang sebaran wilayahnya berada di pulau Kalimantan dan P. p. abelii yang memiliki sebaran di pulau Sumatera. Berikut taksonomi Orangutan:

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Primates
Famili : Hominidae
Genus : Pongo
Spesies : Pongo spp.

       Status Konservasi, Populasi dan Penyebaran

           Singleton et al., (2017) mengemukakan dalam IUCN Redlist, Orangutan Sumatera memiliki kategori Criticaly Endangered, begitu juga dengan Orangutan Kalimantan yang dikemukakan oleh Ancrenaz et al., (2016) dalam IUCN Redlist yang menyebutkan bawah Orangutan Kalimantan memiliki kategori Criticaly Endangered. Status konservasi kritis diberikan untuk spesies yang berisiko punah dalam waktu dekat.  Lalu apasih yang membuat kedua spesies dikatagorikan sebagai spesies kritis (Criticaly Endangered)

             Salah satu penyebab Orangutan Kalimantan dan Orangutan Sumatera masuk kedalam katagori kritis yaitu adanya pengurangan jumlah populasi. Pengurangan jumlah populasi ini disebabkan banyaknya konversi habitat dalam skala besar dari hutan menjadi perkebunan monokultur, illegal logging, pemukiman, pembukaan lahan untuk ladang, perburuan untuk dikonsumsi ataupun untuk diperjual belikan sebagai hewan peliharaan. Faktor-faktor tersebut menjadi faktor eksternal yang berpengaruh langsung terhadap keberlangsungan hidup orangutan. Selain faktor eksternal diketahui juga adanya faktor internal yang juga sangat berpengaruh yaitu ukuran tubuhnya yang relatif besar dan geraknya yang cukup lambat dibandingkan dengan kera lainnya sehingga mudah untuk diburu, panjangnya interval kelahiran antara satu anak dengan anak yang lain sekitar 6-8 tahun.

       Perbedaan Morfologi dan Tingkah Laku

            Perbedaan morfologi dari kedua orangutan ini dapat dikenali dari perawakan, khususnya struktur rambut. Jika diamati di bawah mikroskop, Orangutan Kalimantan biasanya mempunyai rambut pipih dengan dengan kolom pigmen hitam yang tebal di tengah. Orangutan Sumatera berambut lebih tipis, membulat, mempunyai kolom pigmen gelap yang halus dan sering patah di bagian tengahnya, biasanya di dekat ujungnya dan kadang berujung hitam di bagian luarnya. Selain itu orangutan jantan Kalimantan rambutnya pendek dan kurang padat, sementara orangutan Sumatera memiliki rambut panjang, lebih tebal, dan lebih berbulu (wolly) (Meijaard et al., 2001).

Berdasarkan ciri lain, orangutan Kalimantan lebih tegap dan mempunyai kulit, wajah, serta warna rambut lebih gelap daripada yang ada di Sumatera. Orangutan jantan Kalimantan memiliki kantung tenggorokan yang besar dan terjumbai, sedangkan orangutan jantan Sumatera memiliki kantung tenggorokan yang lebih kecil. Orangutan jantan Kalimantan memiliki pinggiran (flange) muka yang cenderung melengkung ke depan, sedangkan orangutan jantan Sumatera memiliki pinggiran muka yang mendatar. Orangutan baik yang berasal dari Sumatera maupun Kalimantan berdasarkan pola hidupnya dibedakan menjadi orangutan penetap, penjelajah dan pengembara  (Meijaard et al., 2001). Pola perilaku orangutan Kalimantan dan Sumatera hampir seluruhnya identik walaupun ada perbedaan kemampuan sosialnya (Markham, 1990).

       Perbedaan Jenis

Secara morfologi terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara orangutan Kalimantan dan Sumatera. Selain itu pemanfaatan teknologi biomolekuler juga dapat mengungkapkan adanya perbedaan yang nyata antara kedua jenis ini, sehingga kedua orangutan kemudian dijadikan sebagai jenis yang berbeda yaitu Pongo pygmaeus untuk orangutan Kalimantan dan P. abelii untuk orangutan Sumatera. Orangutan yang berada di Kalimantan telah dibedakan menjadi tiga anak jenis orangutan dengan penyebaran sebagai berikut, pertama P. p. Pygmaeus (Sarawak, Kalimantan bagian utara barat), kedua P. p. Wurmbii (Kalimantan bagian selatan barat dan Kalimantan tengah) dan ketiga P. p. Morio (Kalimantan timur, Sabah) (Prayogo et al., 2014).

       Perbedaan Molekuler

          Mempertimbangkan perbedaan morfologis kedua jenis ini terbatas, perbandingan molekuler mengungkapkan perbedaan yang tak terduga besarnya diantara kedua jenis ini. Perbedaan nukleotida antara kedua jenis orangutan adalah sekitar 75% dibandingkan dengan perbedaan antara homo sapiens dan simpanse, sedangkan perbedaan asam amino melebihi perbedaan antara homo sapiens dan simpanse. Berdasarkan perbedaan molekuler yang jelas tersebut Xu dan Arnason (1996) mengajukan kedua orangutan ini menjadi dua spesies yang berbeda.

       Ancaman Orangutan itu sendiri

Orangutan yang bertahan dan ada dalam kondisi aman sampai sekarang sebagian besar adalah orangutan yang berada di kawasan konservasi, terutama di dalam kawasan taman nasional, cagar alam, dan suaka alam. Sedangkan di luar kawasan itu termasuk dalam kawasan hutan lindung ancamannya masih sangat besar (Prayogo et al., 2014). Ancaman pada orangutan diantaranya adalah kehilangan habitat, pembalakan liar, kebakaran hutan, perburuan dan perdagangan orangutan untuk menjadi satwa peliharaan.

 

Penulis:

Hana Iffatalya (Angkatan IX)

Agahari Lindi Pawitrasari (Angkatan VIII)

 

Daftar Pustaka

Ihsan, F. (2021) “Mengenal 3 Jenis Orangutan Dilindungi di Indonesia.”

www.internationalanimalrescue.or.id, diakses pada 16 Juni 2022 pukul 18.50.

Markham, R.J. (1990). Breeding orangutans at Perth Zoo: Twenty years of appropriate husbandry. Zoo Biology, 9:171-82.

Meijaard, E., Rijksen, H.D., Kartikasari, S.N. (2001). Di Ambang Kepunahan!, Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Penyunting S.N. Kartikasari. Jakarta: The Gibbon Foundation Indonesia.

Prayogo, H., Thohari, A. M., Sholihin, D. D., & Prasetyo, L. B. (2014). Karakter Kunci

Pembeda antara Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus) dengan Orangutan Sumatera (Pongo Abelii). Bionatura, 16(1).

Rijksen, H.D. & Meijaard, E. 1(999). Our Vanishing Relative: The status of Wild

Orang-utans at the close the Twentieth Century. Kluwer Academic Publisher, Dordrecht

Xu, X., & Arnason, U. (1996). The mitochondrial DNA molecule of Sumatran orangutan and

a molecular proposal for two (Bornean and Sumatran) species of orangutan. Journal of Molecular Evolution, 43(5), 431-437.