(Sumber : wwf-Indonesia, 2021)

Harimau (Panthera tigris) adalah fauna yang bisa dijumpai pada banyak tipe habitat, karena harimau merupakan fauna yang mudah beradaptasi. Harimau dapat dijumpai mulai dari hutan tropis, rawa, hutan bakau, sampai di padang rumput pada kaki bukit Himalaya (Anisa, 2023). Terkhusus untuk harimau sumatera, merupakan harimau yang berhabitat di hutan hujan pada dataran rendah hingga wilayah pegunungan dengan ketinggian berkisar 0-3.000 m di atas permukaan laut (mdpl). Harimau Sumatera berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature) berstatus kritis (Critically Endangered/CR) (Lestari & Efendi, 2017).

Harimau merupakan hewan yang hidup secara soliter. Harimau cukup jarang dijumpai dalam keadaan berpasangan, kecuali pada harimau betina yang hidup bersama-sama dengan anak-anaknya. Harimau mampu berkomunikasi melalui bau-bauan dan suara. Harimau mempunyai indra penciuman yang kuat dan seringkali meninggalkan tanda berupa urin dengan bau yang khas (Ganesa & Aunurohim, 2012).

Harimau sumatera memerlukan tiga kebutuhan dasar yaitu ketersediaan hewan mangsa yang cukup, sumber air, dan tutupan vegetasi yang rapat untuk tempat menyergap mangsa (Paiman et al., 2018). Sebagai salah satu Key Species atau satwa kunci, Harimau adalah hewan yang  memegang peranan penting dalam kehidupan satwa (Lestari & Efendi, 2017). Satwa yang berada dalam posisi teratas dalam piramida makanan (top carnivore), seperti harimau mempunyai peran relatif lebih besar dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Jika dalam suatu ekositem kehilangan suatu spesies yang merupakan top carnivore, maka hal ini akan menimbulkan berdampak pada kerentanan dan kelemahan ekosistem yang lebih nyata dibandingkan dengan kehilangan suatu spesies pada umumnya. Hal tersebut dapat terjadi  karena top carnivore merupakan kelompok satwa dalam rantai makanan yang mengontrol perkembangan berbagai jenis satwa mangsa lain (Mangunjaya et al., 2017). 

 Luas wilayah teritori yang dibutuhkan oleh harimau (Panthera tigris) sangat bervariasi, tergantung pada subspesies, jenis habitat, ketersediaan mangsa, dan tekanan dari aktivitas manusia. Seperti Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Teritori harimau Sumatra yang jantan biasanya berkisar antara 12 hingga 400 km², tergantung pada kondisi habitat dan ketersediaan mangsa (Ihsan, 2010).

Harimau memiliki tantangan besar dalam mempertahankan tempat tinggal yang menjadi habitatnya. Banyak kasus merebak akhir-akhir ini, salah satunya seperti kasus “Konflik Harimau dan Manusia di Sumatra dan Kalimantan” sebagai bentuk bukti akibat adanya fragmentasi habitat. Harimau yang mendekati lahan pertanian dan pemukiman warga sering kali terlibat konflik dengan manusia. Konflik ini biasanya terjadi karena habitat asli harimau semakin tergeser oleh pembukaan lahan, terutama untuk perkebunan kelapa sawit dan karet. Sebagai contoh, di Sumatra, harimau sering masuk ke perkebunan atau perkampungan akibat berkurangnya wilayah jelajah mereka, yang menyebabkan konflik berujung pada penangkapan atau pembunuhan harimau oleh penduduk (Pahlevi et al., 2023).

Berdasarkan hasil riset dalam Majalah Geografi Indonesia yang berjudul “Analisis Potensi Habitat dan Koridor Harimau Sumatera di Kawasan Hutan Lindung Bukit Batabuh, Kabupaten Kuantan singingi, Provinsi Riau” bahwa pada rentang 11 tahun yakni dari tahun 2002 sampai dengan 2013 terjadi penurunan tingkat kesesuaian lahan habitat berkisar 30%. Penurunan tingkat kesesuaian lahan habitat ini dapat terjadi akibat adanya alih fungsi lahan menjadi perkebunan karet, lahan terbuka, pemukiman, perkebunan sawit, pertambangan batu bara serta pertambangan bijih besi. Kerusakan yang ada tidak hanya berdampak pada kondisi fisik bentang lahan, ketersediaan air, serta perubahan iklim saja, tapi juga berdampak pada eksistensi spesies-spesies yang selama ini menggantungkan hidup dari hutan alam, di antaranya satwa-satwa liar. Pada saat ketersediaan sumber makanan dan tempat berlindung mulai menipis, maka mereka akan mencari alternatif lokasi lain dengan mendatangi permukiman atau perkebunan yang pada akhirnya berpotensi memicu konflik antara manusia dengan satwa liar yang biasanya selalu berakhir dengan kematian satwa liar, begitu pula nasip yang dialami oleh harimau  (Hadadi et al., 2015).

Seharusnya Harimau dapat hidup dengan tenang dan damai apabila manusia tidak serakah. Hutan seharusnya menjadi tempat yang aman bagi harimau. Oleh karena itu perlu kesadaran serta upaya Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Seperti yang tertuang di dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan UU ini bertujuan untuk mencegah perusakan hutan yang merupakan habitat utama bagi harimau. Dengan memberantas pembalakan liar dan perusakan hutan, UU ini melindungi kawasan hutan dari kerusakan dan memastikan bahwa ekosistem yang menjadi rumah bagi harimau tetap lestari.


Penulis : Nanda Nur Qodriani (KPP IX), Dea Eka Wulandari (KPP IX), Ardhia Diah Pambudi (KPP IX)


Daftar Pustaka

Anisah, Besse (2023) Persepsi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Berbak dan Sembilang terhadap Konflik Manusia dengan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) (Studi Kasus Desa Air Hitam Laut dan Desa Remau Baku Tuo). Tesis S1, Universitas Jambi.

Ganesa, A. & Aunurohim. (2012). Perilaku Harian Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dalam konservasi ex-situ Kebun Binatang Surabaya. Jurnal Sains dan Seni ITS, 1(1), 48-52.

Hadadi, O.H., Hartono, & Haryono, E. (2015). Analisis Potensi Habitat dan Koridor Harimau  Sumatera di Kawasan  Hutan Lindung Bukit Batabuh, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Majalah Geografi Indonesia, 29(1), 40-50.

Ihsan. M .(2010). Persebaran Habitat Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Taman Nasional Kerinci Seblat. Skripsi. Universitas Indonesia.

Lestari, Y. & Efendi. (2017). Perlindungan Harimau Sumatera di Kabupaten Aceh Tenggara. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan, 1(1), 1-12.

Pahlevi, F. R., Prasetyo, L. B., & Priatna, D. (2023). Daerah Jelajah dan Model Kesesuaian Habitat Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Pasca Translokasi. IPB Repository.

Paiman, A., Anggraini, R. & Maijunita. (2018). Faktor Kerusakan dan Sumber Air Terhadap Populasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Taman Nasional Sembilang. Jurnal Silva Tropika, 2(2), 22-28.

Wwf-Indonesia. (2021). Hari Harimau Sedunia (29 JULI): Capaian Berbeda-beda di Asia Tenggara Untuk Melipatgandakan Populasi Harimau Tahun 2022. https://www.wwf.id/id/blog/hari-harimau-sedunia-29-juli-capaian-berbeda-beda-di-asia-tenggara-untuk-melipatgandakan. Diakses pada 12 November 2024 pukul 19.50