Gambar 1. Owa Bilou (Hylobates klossii) (Sumber: Waller, 2006) |
Owa bilou (Hylobates klossii) merupakan satwa primata
endemik Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Bilou (Hylobates klossii) dapat ditemukan di
empat pulau di Kepulauan Mentawai
yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan di lepas pantai barat Sumatera, Indonesia
(Groves, 2001). Mereka
hidup pada hutan primer dan sekunder dari daerah pantai hingga perbukitan terkadang juga menghuni
hutan bakau (Supriatna, 2016). Dikenal dengan beberapa penamaan lokal seperti Bilou, Owa
Mentawai, dan Siamang Kerdil ini
merupakan owa terkecil dari semua jenis owa di dunia. Owa bilou memiliki lengan yang panjang, rambut berwarna hitam yang
tumbuh di sekujur tubuh, dan memiliki kantung
tenggorokan yang terletak dibawah dagu. Ukuran tubuhnya kecil dengan
tinggi yang hanya bisa mencapai 63 cm
dan berat tubuh jantan dewasa sekitar 5,6 kg sedangkan berat tubuh betina dewasa sekitar 5,9 kg. Usia owa
bilou dapat mencapai sekitar 25 tahun di alam liar sedangkan di
penangkaran bisa mencapai usia 40
tahun.
Owa bilou termasuk hewan omnivora karena makanannya adalah buah, daun muda, dan beberapa invertebrata seperti serangga tetapi pakan yang disukainya yaitu buah ara, daun nibung, dan tangkai. Owa bilou termasuk hewan arboreal karena mereka jarang turun ke tanah dan termasuk satwa yang pergerakannya banyak menggunakan lengan-lengan panjangnya untuk berpindah atau melompat dari satu pohon ke pohon yang lain sehingga sulit bergerak di permukaan tanah. Mereka juga termasuk hewan yang aktif melakukan kegiatan di siang hari seperti mencari makan dan akan beristirahat saat malam hari atau dikenal juga sebagai hewan diurnal. Owa bilou memiliki kemampuan vokalisasi yang unik untuk menandai wilayah teritorinya, mengumpulkan anggota kelompok, dan memberikan peringatan bahaya. Selain itu owa bilou jantan dan betina memiliki kemampuan vokal yang seringkali berduet di mana betina akan memimpin dengan mengeluarkan “The Great Call” (Janik, 1997). Reproduksi owa bilou masih simpang siur untuk menyatakan kelompok monogami atau poligami karena komposisi jantan dewasa yang hanya berjumlah satu individu dan betina dijumpai dengan jumlahnya yang bervariasi antara 1-4 individu dalam setiap kelompoknya. Sementara jalur keturunannya bersifat urut dalam satu rantai (sub adult, juvenile, dan infant) tetapi tidak ditemukan 2 atau lebih jalur keturunan (Firman et al., 2004).
Gambar 2. Status IUCN Bilou (Hylobates klossii)
(Sumber: IUCN, 2022)
Owa bilou dilindungi berdasarkan UU RI
No.5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah RI
No.7 Tahun 1999. Bilou masuk dalam kategori status CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora) Appendix I/Tahun
2001. Status keberadaan owa bilou (Hylobates klossii) saat ini ditetapkan
sebagai satwa primata dengan status terancam
(endangered) berdasarkan kategori
IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources) tahun 2015 (Liswanto et
al., 2020). Owa bilou terdaftar
sebagai spesies terancam karena diperkirakan telah terjadi penurunan populasi sebesar 50% selama periode 45 tahun
termasuk dua generasi masa lalu (1986-2015) dan generasi saat ini (2016-2030). Penurunan
populasi tersebut karena penebangan hutan, pembukaan lahan, perburuan, dan perdagangan hewan peliharaan (Whittaker, 2005).
Mackinnon (1986) memperkirakan total populasi Hylobates klossii
menjadi 36.000 individu. Whittaker (2005) merevisi
perkiraan ini menjadi 20.000-25.000 hewan hampir 20 tahun kemudian. Baru-baru ini, Hoing et al. (2013) mengumpulkan perkiraan populasi di keempat
Kepulauan Mentawai yaitu Siberut, Sipora,
Pagai Utara, dan Pagai Selatan
menggunakan pemantauan panggilan keras dan perkiraan kawasan hutan untuk
melakukan sensus hewan. Di seluruh
Kepulauan Mentawai kepadatannya rata-rata 12 individu/km². Populasi terbesar (~10.500
individu; 3,67-6,5 individu/km²) terdapat di Taman Nasional Siberut dan mewakili 72,21% populasi
pulau. Populasi terkecil yang tersisa adalah yang ditemukan di Sipora, yang terdiri dari 753-880 individu.
Populasi gabungan di Pagai Utara dan
Selatan diperkirakan mencapai 2.029 individu (Hoing et al., 2013). Berdasarkan studi ini, perkiraan terbaru dari total populasi akan menjadi sekitar
17.500, penurunan lebih dari 50% dari yang diperkirakan pada 1980-an. Meskipun
tingkat gangguan di habitat spesies
ini bervariasi di
pulau-pulau yang berbeda, survei terbaru mendeteksi kepadatan populasi yang sama di hutan yang
tidak ditebang, hutan yang
ditebang 10 tahun yang lalu, dan yang ditebang
20 tahun yang lalu (Whittaker, 2005).
Banyaknya ancaman kepunahan untuk owa
bilou menyadarkan kita untuk selalu peduli antar sesama makhluk hidup. Tugas kita di dunia ini adalah untuk mengenalnya dan melindunginya dari
segala ancaman. Owa bilou termasuk primata endemik yang hanya ada di pulau mentawai dan merupakan jenis owa
terkecil yang ada di dunia. Bahkan semua orang
pun saat ini masih belum tentu tau dan mengenal owa bilou, apalagi anak
cucu kita nantinya. Maka dari itu kita harus terus menjaga kelestariannya di dunia ini. Selain itu diperlukan sanksi tegas terhadap siapa pun yang
dapat mengancam keselamatan owa bilou. “Kita adalah orang-orang yang mengambil
habitat flora dan fauna mereka dan oleh karena itu, kita bertanggung jawab atas keselamatan,
makanan, dan kebahagiaan mereka. Jadi lindungilah hak-hak satwa”
Penulis: Fanesya Putri M (Angkatan VIII) dan Alda Nadia C (Angkatan
IX)\
Firman, Novi, H., & Abegg, C. (2004). Studi Awal Populasi Konservasi Satwa Primata
Di Siberut Utara, Sumatra Barat. Seminar Ilmiah Pekan Ilmiah Biologi
2004: Universitas Islam
As-Syafi’iyah Jakarta.
Groves, C.P. (2001). Primate Taxonomy. Washington (US):
Smithsonian Institution Press. Höing A, Quinten MC, Indrawati
YM, Cheyne SM, & Waltert M. (2013).
Line Transect and
Triangulation Surveys Provide
Reliable Estimates Of The Density
Of Kloss’ Gibbons
(Hylobates klossii) On Siberut Island, Indonesia. Intl J Primatol, 34(1): 148-156.
Janik, V.M dan Slater P.J.B.
(1997). Vocal Learning in Mammals: Gibbons. Utah (US): Academic Press.
Liswanto, D., Whittaker, D., Geissmann, T. & Whitten,
T. (2020). Hylobates klossii. The IUCN
Red List of Threatened Species 2020.
MacKinnon, M. (1986). The Conservation Status Of Nonhuman
Primates In Indonesia. New York and Berlin.
Supriatna, Jatna dan Rizki Ramadhan.
(2016). Pariwisata Primata Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor.
Whittaker, D. (2005). New Population Estimates
For The Endemic Kloss's Gibbon Hylobates
klossii On The Mentawai
Islands, Indonesia. Oryx, 39(4): 458-461.
0 Comments
Posting Komentar