Gambar 1. Monyet Ekor Panjang. (Dok.commons.wikimedia.org/Albert A) |
Dalam
kehidupan sehari-hari manusia sudah biasa hidup berdampingan dengan manusia
lain. Tidak hanya dengan sesamanya, manusia juga hidup berdampingan dengan
satwa salah satunya adalah Monyet Ekor Panjang (yang selanjutnya akan di
sebut MEP) atau Macaca fascicularis. MEP merupakan satwa berbangsa
primata yang merupakan satwa asli Asia Tenggara. Biasanya masyarakat lokal
menyebutnya dengan kera ekor panjang atau monyet saja. MEP memiliki habitat di
sekitar hutan-hutan pesisir seperti hutan mangrove dan hutan-hutan pinggir
sungai. Satwa ini memakan aneka jenis buah-buahan, sayuran dan serangga. MEP
hidup berkelompok dengan anggota kelompok sekitar 20-30 ekor dan terdapat 2-4
pejantan. MEP memiliki kemampuan beradaptasi dengan baik sehingga bisa
ditemukan hampir di seluruh Indonesia.
Ketika
hidup berdampingan, konflik pun tidak bisa dipungkiri pasti akan terjadi.
Konflik satwa liar menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.48/Menhut-II/2008 adalah konflik antara manusia dan satwa liar yang
terjadi akibat sejumlah interaksi negatif baik langsung maupun tidak langsung
antara manusia dan satwa liar. Konflik antara satwa liar dengan manusia
dapat membuat manusia memiliki pendangan negatif dan kurangnya apresiasi
terhadap konservasi dari satwa liar.
Konflik
antara MEP dan manusia terjadi karena beberapa faktor diantaranya:
- 1. Peralihan
lahan hutan menjadi kawasan kebun dan pemukiman penduduk.
- 2. Eksploitasi
berlebihan terhadap sumber pakan satwa di hutan.
Peralihan lahan hutan menjadi kawasan kebun dan pemukiman penduduk akan mengurangi wilayah jelajah MEP. Wilayah jelajah adalah wilayah yang selalu MEP datangi dikarenakan terdapat sumber makanan, minuman dan berfungsi sebagai tempat berlindung, tempat tidur dan tempat kawin. Eksploitasi berlebihan pada sumber pakan MEP di hutan juga mempengaruhi turunnya MEP ke lahan perkebunan warga. MEP turun ke kebun warga pada siang hari dan yang paling sering diincar adalah kebun buah-buahan.
Gambar 2. Monyet Ekor Panjang di Jalanan
(Dok. ANTARA FOTO/Muhammad Bagas Khoirunas)
Dalam
Indonesian Journal of Conservation tertulis bahwa petani bisa mengalami
kerugian hingga puluhan juta akibat kebunnya di rusak oleh kawanan MEP.
Berbagai cara sudah dilakukan warga seperti membangun tembok tinggi dengan
kawat berduri, menanam sumber pakan MEP di hutan ataupun hanya sekedar mengusir
saja. Selain kerugian material, turunnya MEP juga berbahaya bagi manusia karena
MEP dapat menyerang secara fisik kepada manusia seperti mencakar atau menggigit
dan MEP dapat menjadi vektor penyakit berbahaya seperti pneumonia, influenza
dan bakteri patogen lainnya.
Ketentuan
mengusir MEP yang turun ke pemukiman atau satwa liar lainnya sendiri sudah
diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa yakni Satwa yang karena suatu sebab
keluar dari habitatnya dan membahayakan kehidupan manusia, harus digiring atau
ditangkap dalam keadaan hidup untuk dikembalikan ke habitatnya. Namun jika
tidak memungkinkan untuk dilepaskan kembali ke habitatnya satwa dimaksud harus
dikirim ke Lembaga Konservasi untuk dipelihara. Para penggiat konservasi
saat ini juga sedang gencar untuk mengedukasi masyarakat khususnya masyarakat
yang tinggal di pemukiman yang berbatasan dengan hutan untuk antisipasi apabila
MEP atau satwa liar lainnya turun ke pemukiman dan hendaknya kita sebagai
manusia lebih bijak dalam menghadapi fenomena dengan tidak semena-mena pada satwa
liar karena mereka juga mempunyai hak untuk hidup dan tinggal di bumi ciptaan
Tuhan yang Maha Esa.
Penulis
: Khazimah (KPP Tarsius Angkatan X)
DAFTAR PUSAKA
http://ksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/Lampiran-PP-Nomor-7-Tahun-1999.pdf
diakses pada: Rabu, 21 September 2022.
Oriza, O., & Tri Rima Setyawati, R.
(2019). Gangguan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Sekitar Pemukiman
di Desa Tumuk Manggis dan Desa Tanjung Mekar, Kecamatan Sambas, Kalimantan
Barat. Jurnal Protobiont, 8(1).
Santoso, B., & Subiantoro, D.
(2019). Pemetaan konflik monyet ekor panjang (Macaca fascicularis Raffles)
di Desa Sepakung Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang. Indonesian Journal
of Conservation, 8(2).
0 Comments
Posting Komentar