Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan salah satu primata yang terdapat di Indonesia. Monyet ekor panjang memiliki fungsi ekologis dan dapat digunakan sebagai hewan percobaan dilaboratorium (Kemp dan Burnett, 2003). Menurut Seponada dan Firman (2010), beberapa fungsi ekologis yang diperankan oleh monyet ekor panjang yakni, sebagai penyemai dan penyebar biji tanaman. Monyet ekor panjang masuk dalam kategori “Least concern” karena paling sedikit diperhatikan keberadaan dan habitatnya (CITES, 2014). Kondisi habitat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi populasi monyet ekor panjang, faktor lainnya adalah perhatian atas keberadaan monyet ekor panjang yang tidak terlaksana dengan baik sehingga menyebabkan perubahan status monyet ekor panjang pada IUCN RED LIST.

Gambar 1. Macaca fascicularis (designpics)

Status keberadaan monyet ekor panjang mengalami perubahan dalam IUCN RED LIST, penurunan populasi yang ekstrem. Populasinya diperkirakan menurun sebanyak 40% dalam tiga generasi terakhir atau sekitar 42 tahun. Jumlah populasi individu monyet ekor panjang di seluruh dunia pada tahun 1980-an mencapai 5 juta individu. Akibat habitat dan keberadaan yang kurang diperhatikan membuat monyet ekor panjang mengalami kepunahan secara drastis. Habitat yang kian mengecil karena padatnya penduduk saat ini sehingga membuat beberapa hutan atau tempat tinggal monyet ekor panjang tergusur.

Gambar 2. Status IUCN Macaca fascicularis

Fungsi ekologis yang dimiliki oleh monyet ekor panjang tentu sangat membantu untuk kesuburan tanah, tanaman dan hutan yang ada. Jika populasi monyet ekor panjang dalam setiapt tahun atau dalam setiap generasinya terus menerus mengalami penurunan maka kondisi alam tentu tidak akan baik. Meskipun masih terbantu dengan beberapa primata jenis lainnya, namun jika terus menerus seperti ini maka primata jenis lain juga akan mengalami hal yang sama pula. Pentingnya edukasi dini untuk menjaga alam, hewan dan tumbuhan yang ada demi kepentingan bersama. Generasi penerus bangsa yang baik adalah generasi yang mampu memperhatikan alam sekitar. Salah satunya diperankan oleh generasi biologi, sebagai mahasiswa biologi kita harus bergerak untuk membawa diri dan mengajak masyarakat menjaga alam, menyuarakan aspirasi mengenai ilmu yang kita pelajari.

Kepadatan penduduk saat ini menyebabkan kurangnya habitat untuk jenis primata, pemerintah juga harus turun dalam hal ini. Solusinya adalah mengurangi pembangunan infrastruktur yang tidak terlalu penting yang menyebabkan rusaknya hutan, menghilangkan ekosistem alam yang seharusnya masih dalam penjagaan, menerapkan program edukasi satwa kepada warga setiap minggunya, tidak melegalkan penjualan satwa untuk kepentingan pribadi. Mengurangi interaksi terhadap satwa secara langsung apabila kita memiliki tempat tinggal yang dekat dengan hutan, mengurangi penangkapan yang mengarah terhadap pemusnahan secara paksa demi kepentingan pribadi. Konflik antara monyet ekor panjang dengan manusia juga kerap terjadi, dimana monyet ekor panjang memasuki pemukiman warga sehingga kerap kali warga main hakim sendiri karna dianggapnya sebagai musuh, hama dan pengganggu kehidupannya. Meskipun interaksi monyet terhadap manusia telah terjadi selama ribuan tahun, tetapi saat ini interaksi tersebut mengalami peningkatan dan mengarah ke interaksi yang negatif seiring habitatnya terdegradasi.

  Perhatian harus tetap diterapkan, sebagaimana kita membutuhkan kehidupan seperti itulah satwa, tanaman dan alam membutuhkan ruang. Budaya untuk tidak acuh seharusnya dibangun sejak dini, demi bumi yang sudah tua ini. Jaga alam, jaga satwa!

 

Penulis : Erlin Trisliani Mutia  (KPP Tarsius Angkatan X)

 

DAFTAR PUSTAKA

CITES. (2014). Macaca fascicularis (Raffles, 1821): Cambodia, India, Indonesia, Lao People’s Democratic Republic, Mauritius, Palau, Philippines, Vietnam, United Nations Environment Programme World Conservation Monitoring Centre, United Kingdom.

Dhaja, C.A., Yohanes, T.R., dan Gerson, N. (2019). Kondisi Populasi dan Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fasccularis). Jurnal Veteriner Nusantara Vol 2. No. 1.

Kemp, N.J., dan Burnett, J.B. (2003). Final Report: A Biodiversity Risk Assessment and Recommendations for Risk management of Long-tailed  Macawues (Macaca fascicularis) in New Guinea. Washington DC, Indo-Pacific.

Seponada dan Firman. (2010). Hutan Monyet Lembah Sarijo.

Wandia, I.N. (2017). Struktur dan Keragaman Genetik Populasi Lokal Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Jawa Timur, Bali, dan Lombok. Disertasi. IPB.