Pengamatan Owa Ungko (Hylobates agilis)  di Pusat Primata Schumtzer, Ragunan 

Oleh: Salsabila Ratna Wulandari, KPP - 9 

Owa Ungko merupakan salah satu jenis satwa primata Indonesia asli Sumatera dan  Kalimantan yang keberadaannya terancam punah dan perlu mendapat perhatian khusus. Tahun  2000, International Union for Conservation of Nature (IUCN) menetapkan status konservasi owa  ungko sebagai spesies yang keberadaannya hampir terancam di alam (Near Threatened). Pada  tahun 2008, status owa ungko dalam IUCN Red List meningkat menjadi spesies yang  keberadaannya genting atau terancam di alam (Endangered Species). Kuester, 2000;  Geissmann & Nijman, (2008) menyatakan, owa ungko masuk dalam katagori Appendix I dalam Convention on International Trade in Endangered Species Wild Fauna and Flora (CITIES), sehingga perlu untuk kita menjaga lingkungan dan tidak memelihara satwa liar tersebut di rumah.  Adapun tujuan pengamatan ini adalah untuk mengetahui perilaku keseharian owa ungko betina  dewasa di Pusat Primata Schumtzer, Ragunan. 

Pada hari Sabtu, 21 Mei 2022, Kelompok Pengamat Primata (KPP) Tarsius UIN Syarif  Hidayatullah Jakarta mengadakan monitoring atau pengamatan terhadap aktivitas primata owa  ungko di Pusat Primata Schumtzer, Ragunan. Pengamatan satwa dilakukan pada satu individu  primata dengan metode focal animal sampling. Dengan pencatatan perilaku primata dilakukan  menurut interval waktu. Interval waktu pencatatan yang digunakan adalah lima menit tiap perilaku  yang teramati selama 30 menit. Setiap lima menit dicatat kegiatan atau perilaku satwa yang  dominan. Pengamatan dilakukan oleh satu anggota KPP Tarsius terhadap satu primata menjelang siang sekitar jam 10.50 WIB dan cuaca berawan (lihat gambar 1). Dari kesepakatan  bersama, saya mengamati primata owa ungko betina dewasa.

Gambar 1. KPP Tarsius sedang mengamati owa ungko. Sumber: KPP Tarsius, 2022 

Berdasarkan hasil pengamatan saya, owa ungko tinggal pada satu kandang, dimana terdapat satu pasangan terdiri dari satu jantan dewasa dan satu betina dewasa dengan ukuran  yang relatif sama. Pada owa ungko jantan memiliki rambut berwarna putih tumbuh mengelilingi  wajah, pipi, dan alis. Sedangkan owa ungko betina dewasa hanya rambut alis yang berwarna  putih (Lihat gambar 2). Owa ungko memakan buah-buahan, salah satunya pisang karena pada  kandang juga terdapat beraneka macam buah lainnya

Tabel 1. Hasil Pengamatan Perilaku Owa Betina Dewasa di Pusat Primata Schumtzer, Ragunan

No 

Interval 

Waktu (WIB) 

Hasil Pengamatan

Interval pertama 

11.01 – 11.06 

Owa betina dewasa lebih dominan melakukan  perilaku stereotip atau abnormal, dimana owa  betina dewasa tersebut menguncang-guncang  pagar kandang dan banyak diam termenung

Interval kedua 

11.07 – 11.12 

Owa betina lebih dominan melakukan perilaku  autogrooming, dimana owa betina dewasa  tersebut menggaruk badannya sendiri.

Interval ketiga 

11.13 – 11.18 

Owa betina lebih dominan melakukan istirahat,  dimana owa betina dewasa tersebut lebih banyak  duduk di atas pohon

Interval keempat 

11.19 - 11.24 

Owa betina lebih dominan melakukan perilaku  stereotip atau abnormal, dimana owa betina  dewasa tersebut menguncang-guncang pagar  kandang dan banyak diam termenung

Interval kelima 

11.25 - 11.30 

Owa betina lebih dominan melakukan perilaku  stereotip atau abnormal, dimana owa betina  dewasa tersebut menguncang-guncang pagar  kandang dan banyak diam termenung

Interval keenam 

11.31 - 11.36 

Owa betina lebih dominan melakukan istirahat,  dimana owa betina dewasa tersebut lebih banyak  duduk di atas pohon, diakhir pengamatan owa  betina melakukan urinasi


Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 1, dapat terlihat bahwa owa betina dewasa  mengalami stress. Hal tersebut dikarenakan owa betina dewasa selama diamati pada interval  pertama, kelima dan keenam lebih banyak melakukan perilaku stereotip atau abnormal, dimana  owa betina dewasa tersebut menguncang-guncang pagar kandang dan banyak diam termenung. 

Perilaku stereotip adalah salah satu indikator bahwa satwa telah mengalami lingkungan yang  tidak cocok untuk jangka waktu yang lama di penangkaran. Menurut Caristead (1996), satwa di  penangkaran cenderung menunjukkan perilaku seperti itu karena terbatasnya ruang gerak di dalam kandang. 

 

Gambar 2. Owa ungko jantan dan betina. Sumber: http://www.gibbons.de/.k dan http:// masukpakeko.id/. 

Menurut Macdonald (1984), Owa ungko (Hylobates agilis) merupakan hewan primata  diurnal dan arboreal, memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dan ramping dibandingkan dengan  “great apes” (Chimpanse, Gorilla, Orangutan) namun, antara jantan dan betina dewasa memiliki  ukuran tubuh relatif sama. Owa ungko hidup membentuk keluarga atau pasangan monogami  serta diikuti oleh satu atau dua anak yang belum dapat mandiri (Geissmann, 2005). Hal tersebut  sesuai dengan hasil pengamatan saya, dimana owa ungko pada satu kandang terdapat satu  pasangan yang terdiri dari satu jantan dewasa dan satu betina dewasa dengan ukuran yang relatif  sama (lihat gambar 2 dan 3). 

Gambar 3. Keberadaan owa ungko di Pusat Primata Schumtzer, Ragunan.  

Sumber: Salsabila, http://datatempo.co/ dan http:// masukpakeko.id/. 

Menurut Lekagul and McNeely (1977), owa ungko termasuk kedalam famili Hylobatidae  yang bersifat frugivorous, dimana buah-buahan adalah pilihan utama dalam makanannya. Hal  tersebut sesuai dengan hasil pengamatan saya, dimana owa ungko memakan buah-buahan,  salah satunya pisang karena pada kandang juga terdapat beraneka macam buah lainnya

Sehingga owa ungko sangat berperan dalam penyebaran biji-bijian (disperser) karena mereka  memakan buah-buahan. Oleh sebab itu, owa ungko sangat penting dalam regenerasi hutan tropik  (Supriatna dan Wahyono, 2000).  

Sehingga dapat disimpulkan dari hasil pengamatan ini bahwa owa ungko merupakan  primata yang ukuran jantan dan betina relatif sama ukurannya, membentuk keluarga atau  pasangan monogami, makanan utamanya buah-buahan. Apabila di dalam kandang owa dapat menunjukkan perilaku stereotip karena terbatasnya ruang gerak di dalam kandang. 


Referensi 

Caristead, K. 1996. Effect of captivity on the behavior of wild mammals. In: Kleiman, DG., Allen,  M., Thompson, KV., Lumpkin, S. 1996. Wild mammals in captivity: Principles and techniques.   London (GB). University of Chicago Press: 317-333.

Geissmann, 2005. What are the gibbons. www.gibbons.de [20 Desember 2011].

Geissmann, T. dan V. Nijman. 2008. Calling in wild silvery gibbons (Hylobates moloch) in Java,  Indonesia: Behavior, Phylogeny, and Conservation. Am. J. Primatol.68 (1): 1-19. 

Kuester, J. 2000. Agile gibbon (Hylobates agilis). http://animaldiversity.ummz.  umich.edu/local/redirect.php/http://m embers.tripod.com/uakari/hylobates_ agilis.html. [20  Desember 2011].

Lekagul, B., J. A. Mc Neely. 1977. Mammals of Thailand. Harold Jefferson Coolidge. Bangkok. Marjuki, B. 2016. Survei Pemetaan Menggunakan GPS Dan GIS. Jakarta. Macdonald, D. 1984. The Encyclopedia of Mammal. George Allen and Unwin. London.

Supriatna, J., E. H. Wahyono, 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.


#Monitoring1 

#KPPTarsiusUINJakarta 

#SalamLestari 

#SalamKonservasi 

#SatwaLiarSahabatAlam