Pengamatan dan Identifikasi Jenis Tanaman Pakan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Hutan Lindung Angke Kapuk

                                    Gambar 1. Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan salah satu spesies primata yang banyak ditemukan di Indonesia, di mana MEP ini merupakan jenis primata yang mampu beradaptasi dengan lingkungan perkotaan dan sekitarnya. Monyet ekor panjang adalah primata yang tersebar luas di berbagai habitat yang didukung dengan toleransi yang tinggi terhadap makanan. Primata ini merupakan hewan opportunistic omnivor, yaitu hewan yang dapat memakan berbagai jenis makanan yang masih tersedia di habitatnya, seperti buah-buahan, dedaunan, serangga, hingga makanan umum yang dimakan manusia apabila terbiasa diberikan dengan sengaja. Kemampuan ini yang menjadikan MEP mampu hidup secara berdampingan dengan pemukiman manusia, salah satunya MEP yang berada di Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK) yang berdekatan dengan pemukiman penduduk PIK 2 (Oriza, et al., 2019). 

Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK) merupakan salah satu kawasan konservasi hutan mangrove yang penting di wilayah pesisir Jakarta Utara, memiliki luas total hutan mangrove sebesar 44,76 Ha dengan panjang total kawasan mencapai 5 km. Hutan mangrove di kawasan HLAK memiliki fungsi ekologis penting terutama dalam menjaga kondisi pesisir utara Jakarta dari erosi pantai dan gelombang pasang, serta berperan sebagai penyedia habitat alami bagi berbagai jenis fauna, termasuk MEP (Macaca fascicularis) (Darmono, et al. 2020). Mangrove yang berada pada kawasan HLAK didominasi oleh Rhizophora sp. (56,52%), Avicennia sp. dan Sonneratia caseolaris.  

Pengamatan dilakukan pada tanggal 25 Mei 2025 di Daerah Hutan Lindung Angke Kapuk. Alat dan bahan yang digunakan adalah binokuler, penggaris, handphone, Aplikasi PlantNet, tabulasi data, dan alat tulis. Pengambilan data dilakukan pada waktu pagi hari sekitar pukul 10.00 - 11.40 WIB. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan 2 titik lokasi yang berbeda yaitu pada area Hutan Lindung Angke Kapuk (kawasan dalam) dan pada area pinggir jalan raya sekitar Hutan Lindung Angke Kapuk (kawasan luar). Pengamatan jenis tanaman pakan dilakukan dengan metode observasi langsung dengan cara data yang dikumpulkan berupa jenis tanaman yang dimakan dan bagian yang dimakan oleh monyet ekor panjang. Kemudian dilakukan identifikasi dan mengambil gambar jenis tanaman tersebut secara langsung di tempat lokasi pengamatan, dan hasil identifikasi akan dicatat dalam tabulasi data.

Tabel 1 : Hasil Pengamatan Jenis Tanaman Pakan Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis) Pada Kedua Titik Pengamatan di Hutan Lindung Angke Kapuk

No

JenisTanaman      Pakan

        Nama Latin

      Famili

Bagian Yang Dimakan

1         

Bakau Kurap

  Rhizophora mucronata

 Rhizophoraceae

 Daun & Batang

2

Bakau Api-Api           

 Avicennia marina

Acanthaceae  

 Daun & Bunga

3

Lamtoro                    

 Leucaena leucocephala

Fabaceae

 Daun & Batang

4        

Mengkudu

 Morinda citrifolia 

Rubiaceae

          Buah

5        

Rambusa

Passiflora foetida

Passifloraceae

     Pucuk Daun

Tanaman bakau kurap (Rhizophora mucronata), tanaman ini termasuk kedalam jenis tanaman mangrove yang terdapat di Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK). Tanaman bakau ini  menjadi salah satu tempat bertenggernya monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Mangrove ini memiliki akar tunjang yang berfungsi untuk mempertahankan posisi pohon tersebut. Mangrove ini juga membantu dalam menyerap karbon dioksida, sehingga berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim. Jenis mangrove ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap suatu lingkungan (Handi & Irawati, 2016).

                                       Gambar 2.  Tanaman Bakau Kurap (Rhizophora mucronata)

Tanaman bakau api-api (Avicennia marina) merupakan jenis mangrove yang umum tumbuh di wilayah pesisir seperti Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK). Spesies ini memiliki berbagai adaptasi terhadap lingkungan berlumpur dan berkadar garam tinggi, seperti akar napas (pneumatofor) yang membantu pernapasan di tanah yang tergenang serta kelenjar pada daunnya yang berfungsi mengeluarkan kelebihan garam. Selain berperan penting dalam menjaga kestabilan garis pantai dan menyediakan habitat bagi berbagai organisme, tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai sumber makanan oleh satwa liar, salah satunya monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).

Pada kawasan HLAK, yang didominasi oleh vegetasi mangrove, monyet ekor panjang sering terlihat mengkonsumsi daun Avicennia marina, terutama daun yang masih muda. Daun muda lebih lunak dan memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan daun tua, seperti kandungan karbohidrat, vitamin, serta mineral penting seperti natrium dan kalsium. Selain itu, daun muda juga memiliki kadar senyawa anti-nutrisi, seperti tanin, yang lebih rendah sehingga lebih mudah dicerna dan lebih aman dikonsumsi. Kebiasaan ini berkaitan erat dengan kondisi lingkungan di HLAK yang sumber pangannya cenderung terbatas dan musiman, sehingga monyet ekor panjang (Macaca  fascicularis) menyesuaikan jenis makanannya dengan apa yang tersedia. Penelitian oleh Rukmana et al., (2023) menguatkan hal ini, dengan menyatakan bahwa daun Avicennia marina memiliki kandungan nutrisi yang cukup untuk dijadikan pakan alternatif, bahkan untuk hewan herbivora seperti kambing, sehingga wajar jika daun tersebut juga dikonsumsi oleh MEP dari sudut pandang ekologis maupun kandungan nutrisi.

Gambar 3. Daun Tanaman Bakau Api-Api (Avicennia marina)

            Gambar 4. Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola pertanaman campuran (wanatani), lamtoro memiliki komposisi yang baik sebagai tanaman pelindung. Jika ditanam di dekat-dekat pohon lainnya, maka pohon di sampingnya akan kekurangan sinar matahari. Oleh sebab itu, biasanya lamtoro atau petai China ditanam sebagai pohon pelindung/peneduh, dan untuk menanggulangi terjangan angin ribut. Lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan tanaman leguminosa yang sering dimanfaatkan sebagai sumber pakan alternatif oleh Macaca fascicularis. Daunnya merupakan pilihan penting terutama saat ketersediaan buah hutan menurun di habitat alami atau kawasan HLAK. Bagian Lamtoro yang dikonsumsi oleh Macaca fascicularis yaitu bagian daun muda, polong muda/biji, dan tunas atau bunga (Aditya et al., 2024). Bagian-bagian ini dipilih karena pada daun muda kaya akan protein dan relatif lebih lunak dibanding daun tua. Jika tersedia, polong muda juga dikonsumsi karena rasanya yang manis dan kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi. Tunas dan bunga juga bisa dimakan, terutama saat musim berbunga karena ketersediaannya melimpah dan teksturnya lunak.

                                         Gambar 5. Buah Mengkudu kecil (Morinda citrifolia)

Tanaman mengkudu (Morinda Citrifolia) juga terlihat menjadi pakan yang dimakan oleh MEP, terutama pada bagian buahnya. Buah merupakan salah satu sumber makanan yang sangat disukai oleh Macaca fascicularis. Macaca fascicularis menjadikan buah sebagai sumber pakan terbanyak kedua setelah daun, bunga, dan pucuk, karena buah dipilih sebagai pakan Macaca fascicularis karena mengandung berbagai nutrisi dan serat penting. menurut Sajuthi et al. (2016) saat hewan merasa sedang sakit ataupun bagian tubuhnya terluka, mereka akan mencari makanan yang dapat sekaligus menjadi obat bagi mereka. Hal tersebut juga dilakukan oleh Macaca fascicularis dalam kelangsungan hidupnya (Kusumahadi et al., 2020). 

Mengkudu (Morinda citrifolia) kaya akan manfaatnya untuk kesehatan makhluk hidup, seperti Macaca fascicularis. Manfaat yang terkandung dalam tanaman Morinda citrifolia antara lain sebagai antitrombotik, antioksidan, analgesik, anti inflamasi, dan aktivitas xanthine oxidase inhibitor (Tanjung & Puspitasari, 2019). Dalam hal ini, manfaat yang terkandung dalam tanaman tersebut memiliki peran penting bagi Macaca fascicularis dalam membantu mengurangi peradangan pada tubuh Macaca fascicularis. Selain itu, mengkudu memiliki nilai manfaat sebagai tanaman obat dan makanan tradisional (Irmayani et al.,2023). 

Dalam pengamatan di lapangan, MEP (Macaca fascicularis) terlihat memakan pucuk daun muda rambusa. MEP cenderung memilih memakan daun muda dikarenakan kadar toksin yang terkandung dalam daun muda segar lebih sedikit dibandingkan daun tua serta kondisi lambung monyet ekor Panjang yang lebih mudah mencerna serat pada daun muda (Musfaidah et al., 2019). Rambusa (Passiflora foetida) adalah tanaman rambat yang banyak tumbuh di antara semak belukar seperti kebun, hutan, ladang, sawah kering, dan pesisir pantai yang terkena sinar matahari secara langsung (Mulyani, et al., 2022). Tanaman rambusa sendiri diduga berasal dari Amerika Selatan dan saat ini berkembang di daerah tropis di seluruh dunia. Manfaat pucuk daun rambusa untuk MEP terutama berkaitan dengan nilai gizi dan kemudahan dalam mencerna. 

Salah satunya kandungan proteinnya yang tinggi, di mana daun mudanya mengandung protein lebih tinggi dari daun tua. Protein ini penting sebagai sumber asupan gizi untuk menunjang pertumbuhan, pemeliharaan tubuh, dan metabolisme energi monyet ekor Panjang. Pucuk daun muda rambusa juga kaya akan vitamin dan mineral penting yang dibutuhkan monyet ekor Panjang untuk mendukung Kesehatan tubuh dan fungsi fisiologis. Selain itu daun muda memiliki tekstur yang lebih lembut, sehingga lebih mudah untuk dikunyah dan dicerna, hal ini memudahkan proses pencernaan dan penyerapan nutrisi (Nurvianto, et al., 2017).

                                     Gambar 6. Daun Tanaman Rambusa (Passiflora foetida)

Berdasarkan hasil pengamatan pada titik sampling 1 (-6.104393, 106.762393) yang berada di dalam HLAK pada bibir pantai, kondisi kerapatan dan variasi vegetasi cenderung rendah, hanya didominasi oleh jenis pohon mangrove seperti Rhizophora sp. dan Avicennia sp. Rendahnya variasi vegetasi mengakibatkan rendahnya tingkat ketersediaan pakan bagi Macaca fascicularis. Selain itu, wilayah HLAK juga menjadi hulu dari Sungai Angke yang merupakan muara dari Banjir Kanal Barat yang membawa limpasan air serta limbah dari berbagai aktivitas manusia yang menyebabkan air menjadi keruh, berwarna coklat, dan berbau tidak sedap. Kondisi ini, secara langsung maupun tidak langsung dapat menurunkan kualitas habitat dan ketersediaan sumber pakan alami di kawasan tersebut (Safitri & Santoso. 2017).

                        Gambar 7. Hutan Lindung Angke Kapuk (Kawasan Dalam)

Minimnya variasi dan kerapatan vegetasi akibat gelombang pasang di titik 1 menyebabkan tidak ditemukannya keberadaan Macaca fascicularis selama pengamatan. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan spesies ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pohon yang beragam serta kondisi ekologis yang mendukung. Sebaliknya, di titik pengamatan 2 yang terletak di tepi jalan, terdapat struktur vegetasi yang lebih kompleks, yaitu tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon dengan kerapatan yang cukup baik dan variasi jenis tumbuhan yang lebih beragam, seperti rambusa (Passiflora foetida), lamtoro (Leucaena leucocephala), dan mengkudu (Morinda citrifolia). Kondisi ini memungkinkan Macaca fascicularis untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya tanpa harus menjelajah terlalu jauh, sehingga jumlah individu yang berada di titik tersebut bisa lebih banyak (Baihaqi et al. 2017)..

Vegetasi mangrove di HLAK tidak hanya berfungsi sebagai sumber makanan, tetapi juga sebagai tempat beristirahat (tidur) bagi Macaca fascicularis. Spesies pohon seperti Rhizophora apiculata sering digunakan sebagai tempat istirahat, terutama di daerah cabang di bagian tepi tajuk pohon yang dapat melindungi dari predator. Oleh karena itu, menjaga kelestarian dan keragaman jenis vegetasi dan jenis tanaman yang ditanam di HLAK menjadi sangat penting. Selain itu, interaksi manusia yang menyediakan pakan non-alami juga perlu dikendalikan karena dapat mengubah perilaku alami dan meningkatkan potensi konflik wilayah antara manusia dengan MEP. Upaya konservasi terus dilakukan dengan memfokuskan pada peningkatan kualitas habitat dan pengayaan jenis tumbuhan lokal untuk memastikan keberlangsungan hidup populasi Macaca fascicularis di kawasan tersebut (Yayasan IAR Indonesia. 2024). 

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan jenis tanaman pakan yang menjadi sumber makanan bagi populasi MEP di Kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk antara lain buah Mengkudu, daun Lamtoro, daun Bakau Api-Api, Buah Rambusa, dan Bakau kurap. Selain itu, Monyet Ekor Panjang cenderung memilih daun muda untuk dimakan karena kadar toksin yang terkandung dalam daun muda segar lebih sedikit dibandingkan daun tua. Dalam pengamatan titik sampling 1, tidak ditemukan MEP sebab minimnya variasi vegetasi dan buruknya kualitas lingkungan. Keberadaan spesies ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan yang beragam serta kondisi ekologis yang mendukung. Karena itu, Monyet Ekor Panjang lebih banyak yang di temukan di pinggir jalan dekat pemukiman warga daripada di dalam kawasan sebab warga sekitar sering sekali memberikan kawanan monyet tersebut makanan seperti buah buahan dan lainnya.                                                 

Gamabr 8. Peserta Monitoring 1 2025 KPP Tarsius

Penulis: Ahmad Ayaduddin (KPP Angkatan XII), Arina Quratta Ayun (KPP Angkatan XI), Ardhia Diah Restu (KPP Angkatan XI), Aulia Lutfi Allawiyah (KPP Angkatan XII), Dwi Fitriani (KPP Angkatan XII), Filla Riska ( KPP Angkatan XI), Garda Ibnu Pratama (KPP Angkatan XI), Ghaisani Zihni (Biologi Angkatan 2024), Janati Firdausi (Biologi Angkatan 2024), Laila Itsaini Agustina (Biologi Angkatan 2024), Mohammad Yoggi (Biologi Angkatan 2024), Maulina Nur Hasanah ( KPP Angkatan XII), Mutiara Salsabila (KPP Angkatan XII), Melanie Manda Pulki (KPP Angkatan XII), Nabila Azzahra (KPP Angkatan XII), Nabila Khoirunnisa (Biologi Angkatan 2024), Najwa Rifani ( KPP Angkatan XII), Nanda Nur Qodriani (KPP Angkatan XI), Nia Aprilia (KPP Angkatan XI), Nurhayati Hasibuan (KPP Angkatan XII), Nurlaela (Biologi Angkatan 2024), Nazwa Azzahra ( KPP Angkatan XII), Rafi Hilman (KPP Angkatan XII), Rizky Maulana (KPP Angkatan XII), Salman Ahmad (Biologi Angkatan 2023), Sindy Mey Assifatika (KPP Angkatan XII), Siti Phadillah (KPP Angkatan XI), Zaena Zirly Elzahra (Biologi Angkatan 2024)

 

Referensi:

Aditya, M. P. S., Anwar, H., & Aji, I. M. L. (2024). Perilaku makan dan jenis pakan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Hutan Pusuk Kabupaten Lombok Utara. Kalwedo Sains (KASA), 5(2), 70–77.

Baihaqi, A., Setia, T. M., Sugardjito, J., & Lorenzo, G. (2017). Penggunaan pohon tidur monyet ekor panjang (macaca fascicularis) di hutan lindung angke kapuk dan ekowisata mangrove pantai indah kapuk jakarta. Al-Kauniyah, 10(1), 35-41. https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/kauniyah/article/view/4910 

Basyuni, M., Rizaldi, M. R., Amelia, R., Bimantara, Y., Sulistiyono, N., Slamet, B., & Al Mustaniroh, S. S. (2023). Nilai nutrisi daun Avicennia marina dan penerapannya sebagai pakan untuk kambing kacang (Capra aegagrus). Biodiversitas: Jurnal Ilmiah Keanekaragaman Hayati, 24(2), 1039–1048

Darmono, G. E., Indriawati, I., Romdhoni, H., Perwitasari, F. D., & Iskandar, E. (2020). Struktur Sosial Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Hutan Lindung Angke Kapuk, Jakarta Utara. Jurnal Primatologi Indonesia, 17(1), 12-15.

Handi, A., & Irawati, N. (2016). Adaptasi tanaman mangrove terhadap perubahan lingkungan di pesisir tropis. Jurnal Biologi Tropika, 14(1), 45–52.

Irmayanti, A., Nuraini, A., Anggraeni, D.& Rosita, L (2023). Jenis tumbuhan obat yang dikonsumsi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Goa Kreo. Jurnal Multidisiplin Dehasen, 2(2),607-617.

Kusumahadi, K. S., Yusuf, A., & Maulana, R. G. (2020). Analisis keanekaragaman jenis vegetasi mangrove di kawasan Hutan Lindung Angke-Kapuk dan Taman Wisata Alam Angke-Kapuk Muara Angke Kota Jakarta Utara. Jurnal Ilmu Budaya, 8(1), 45-54.

Lestari, A. D., Afifah, F., Kinanti, D., Fitrianingtyas, S. A., Firdaus, N. A., Isna, N. N., Febriani, D. D., Hasanah, F. N., Basyuri, A., & Muhammad, Y. (2024). The natural food composition of long-tailed macaque (Macaca fascicularis Raffles, 1821) inhabiting the Muara Angke Wildlife Reserve in North Jakarta. Bioma, 20(1), 41–50. https://doi.org/10.21009/Bioma20(1).5

Mulyani, E., Chusna, N., & Priyadi, M. (2022). Pelatihan Pembuatan Sabun Antiseptik Cair Berbahan Dasar Tanaman Rambusa Kalimantan Tengah. Jurnal Masyarakat Mandiri (JMM), 6(1).

Musfaidah, R., Nugroho, A.S. and Dzakiy, M.A. 2019. Karakteristik Vegetasi Pakan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Pada Daerah Jelajah Di Kelurahan Kandri Kecamatan Gunungpati. Seminar Nasional Edusaintek FMIPA UNIMUS, 382– 389.

Nurvianto, H., & Rianti, R. (2017). Pengamatan dan Identifikasi Jenis Tanaman Pakan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Kawasan Hutan Lindung. Jurnal Primatologi Indonesia, 2(1), 25-30.

Oriza, O., Setyawati, T.R., & Riyandi. (2019). Gangguan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Sekitar Pemukiman di Desa Tumuk Manggis dan Desa Tanjung Mekar, Kecamatan Sambas, Kalimantan Barat. Jurnal Protobiont, 8(1), 27–31. 

Rukmana, E., Sari, D. P., & Nugroho, A. (2023). Kandungan nutrisi daun Avicennia marina sebagai alternatif pakan ternak ruminansia. Jurnal Ilmu Nutrisi dan Pakan Tropis, 20(1), 35–42.

Safitri, S., & Santoso, N. (2017). Keanekaragaman Jenis Pakan dan Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis Raffles,1821) di Suaka Margasatwa Muara Angke dan Hutan Lindung Angke Kapuk. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/91620

Sajuthi, D. et al. (2016). Hewan Model Satwa Primata : Macaca fascicularis. Unita, I(3), p. 108

Tanjung, YP., & Puspitasari, I. (2019). Formulasi dan Evaluasi Fisik Tablet Effervescent Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.). Jurnal Unpad Farmaka, 17(1), pp. 1–14.

Yayasan IAR Indonesia. (2024). Keberadaan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Hutan Angke Kapuk Jakarta. Diakses dari https://internationalanimalrescue.or.id/keberadaan-monyet-ekor-panjang-macaca-fascicularis-di-hutan-angke-kapuk-jakarta/

Yofi Mayalanda, F. Y. (2014). Strategi rehabilitasi ekosistem mangrove melalui analisis tingkat kerusakan di Suaka Margasatwa Muara Angke, Jakarta. Bonorowo Wetlands, 4(1): 12-36.